OH MY GIRL Fanfiction Indonesia

Since: 16/02/24


1 Comment

[Drabble] Bad or Good? by selviakim

6059b926dde20f94865b7b92908bd2d1a7fd6228_hq

Bad or Good?

selviakim storyline

OMG’s Jiho.

Drama and fluff.

“Hari yang buruk. Jiho mengumpat lagi.”

General.

I own the plot.

sorry for typo(s)

***

Jika bukan karena paksaan dari Yoobin untuk segera pergi ke cafe, Jiho sudah menikmati waktu kosongnya di rumah dengan malas-malasan.

Temui aku di cafe dekat kampus. Jika tidak, tugas ini akan aku kerjakan sendiri tanpa ada namamu di dalamnya. Continue reading


1 Comment

[Ficlet] Kabar Burung

cdcafaaeea140176f15226825014d6fa.jpg

.

Kabar Burung

By Kendedes

NCT’s Mark & OhMyGirl’s Arin

Teen – Romance

Story is Mine

.

Happy Reading…

.

“Kamu percaya?”

.

.

.

 

Beredar kabar bahwa Arin –anak kelas 2-3– yang digadang-gadang sebagai gadis lugu itu mau menerima cinta Mark –anak kelas 2-1– hanya karena latar belakang Mark yaitu ketua klub dance di Sekolahnya. Kabar burung yang tak berdasar  itu beredar seenak jidat, tanpa peduli perasaan Arin yang tak enak. Arin geram, kabar itu tidak benar.

Disinilah Arin sekarang, berdiri diemperan gedung didepan ruang latihan klub dance sekolahnya. Gadis berponi itu menengok ponselnya sebentar, dilayarnya tertera pukul 16:01 waktu setempat. Arin gelisah, harusnya Mark –lelaki yang menyanndang gelar sebagai kekasihnya sejak sembilan hari lalu– keluar dari ruangan satu menit lalu. Pikiran Arin entah kemana, Ia hubungi nomor Mark tapi tak ada jawaban, pesan darinya pun tak terkirim, kemana Mark?

Tidak mungkin kan Mark menghindarinya hanya karena kabar burung sialan itu? Tidak,tidak,tidak, Mark itu bukan pengecut yang suka menghindar dari masalah. Atau mungkin hari ini tidak ada latihan Dance? TIDAK! Kata Lucas, hari ini ada latihan.

Pikiran Arin melanglang buana entah kemana, memikirkan kemungkinan-kemungkinan keberadaan Mark. Kenapa juga ruang latihan dance harus kedap suara dan tak ada jendela? Arin ingin sekali memaki arsitek bangunan sekolahnya.

Belum hilang kegelisahan Arin, pintu ruangan didepannya terbuka. Anak pertama yang keluar bukan Mark, Arin kecewa. Dengan tatapan heran, mereka –anak-anak klub dance–melihat Arin sembari berbisik-bisik pada yang lain. Arin tahu pasti mereka sedang membicarakannya.

“Rin” itu bukan suara Mark tapi si Lucas.

“Luc”

“Nyariin Mark ya?”

Arin mengangguk.

“MARKKK CARIIN PACAR LU NIH” sejujurnya Arin benci dengan teriakan Lucas. “Masuk aja sana Mark nya masih mungutin sampah dilantai”

Arin mengangguk lagi.

“Duluuan ya”

Lucas beranjak.

“Sayang” Nah ini barulah Mark.

“Kok disini? Belum pulang?” tanya Mark.

Arin diam, belum berani buka mulut.

“Kok diem?”

“A-aku pengen ngomong”

“Ini juga lagi ngomong sayang”

Gemas, segala tingkah Arin jika sedang merajuk,cemberut,kesal atau apalah itu selalu membuat Mark gemas. Jadi, jangan salahkan Mark jika pipi gembil Arin memerah karena ia cubit-cubit gemas.

“Serius”

“Hmm?”

Dari segala tingkah Mark yang masih bersikap manis padanya, Arin ambil kesimpulan bahwa Mark belum mendengar kabar burung itu.  Tapi cepat atau lambat Mark pasti akan mendengarnya, tahu sendiri semua teman sekolahnya itu bermulut lemes.

“Masuk dulu yuk, temenin ambil tas” ajak Mark.

Arin mengangguk, lalu mengikuti Mark yang menggandengnya.

“Duduk sini”

Arin duduk dibangku panjang. Diikuti Mark yang duduk disampingnya, menatapnya penuh kasih.

“Kenapa sih, cemberut gitu?”

“Kamu kemana seharian?”

“Maafin ya, dari jam kedua aku bantuin ketos  ngurusin izin pinjem tenda ke sekolah-sekolah baru balik tadi jam terakhir”

“Ponselnya kok mati?”

“Ketinggalan dirumah sayang, maafin ya”

Arin mengangguk, tangan kirinya masih jadi mainan Mark.

“Mark”

“Iya sayang”

Ayolah, panggilan ini terlalu manis.

“Ada gosip katanya aku mau pacaran sama kamu cuma gara-gara kamu itu ketua klub dance” ucap Arin takut-takut.

Mark tersenyum “Udah denger, tadi anak-anak klub pada ngomongin kamu” katanya.

“Kamu percaya?”

“Enggak”

Arin tersenyum, diikuti Mark. Lelaki delapan belas tahun itu berdiri begitu saja tanpa melepas tautan tangan mereka, berdiri tepat dihadapan Arin –kekasihnya– lalu menggenggam kedua tangan gadis itu. Arin mendongak, menatap Mark tepat diirisnya.

“Aku nggak percaya apapun kata mereka, karena hubungan ini yang ngejalanin kita, biarin aja mereka ngegosip ini itu, yang penting aku tahu alasan kamu nerima aku karena….” Mark menggantung kalimatnya.

Arin tersenyum “Karena?”.

“Karena aku anak basket, benerkan?”

Arin tersenyum dalam anggukannya, menyetujui perkataan Mark sedetik lalu.

“Dari dulu kan kamu pengen punya pacar anak basket, makanya aku masuk Klub basket, yaa walaupun gak jadi pemain inti tapi kan aku tetep anggota klub basket”

Senyum Arin semakin merekah, sennagnya, Mark tidak salah paham karena kabar burung yang tak berdasar itu.

“Pulang yuk, udah sore nanti aku dimarahin Bunda kamu gara-gara telat mulangin kamu”

.

FIN

.

 

Adakah yang punya pacar anak basket?

Salam Sayang, Dedes


Leave a comment

[Oneshot] Terjebak Nostalgia

Eunwoo [ASTRO] and Arin [OMG] | Comfort | G | Oneshot
©2016 AitadikasaStory | Alkindi @Poster Channel 

 

“Suatu saat, manusia akan merasa sendirian dan hidup dalam kenangannya..

.

Eunwoo membuka mata gelisah. Obsidiannya melirik jam di atas meja. Sudah pukul dua dini hari, namun ia belum juga bisa terlelap walau sedetik. Tangannya pun menyibak selimut lalu menurunkan kaki ke lantai, menuju jendela.

 

Langit nampaknya mengerti bagaimana perasaan Eunwoo. Bentangan biru pekat itu tak sedikitpun menunjukkan kemewahannya. Bintang tak sudi menemani sang rembulan yang mulai terhalang awan. Bahkan untuk malam ini, mereka enggan menitipkan cahaya untuk seorang pemuda yang tengah terselubung kabut.

 

Desahan napas putus asa terembus dalam kesunyian malam. Eunwoo menutup gorden, menghalau candra maupun gemintang mengintip kesedihannya. Ia terduduk di tepi ranjang. Pandangannya buram terlapis basahan bening. Seketika otaknya terputar mengenang peristiwa demi peristiwa yang ia lalui bersama seorang gadis.

 

Pagi itu Eunwoo datang agak terlambat. Ia bergegas masuk ke kelas dan untungnya belum ada guru yang masuk. Detik itu juga, Eunwoo menghela napas penuh syukur lantas duduk di bangkunya.

 

“Eunwoo, kau membuat surat ini?”

 

“Tidak. Memangnya kenapa?”

 

“Oh ya? Tapi di sini tertulis namamu.”

 

Eunwoo mengambil amplop putih yang disodorkan Hana—teman sekelasnya yang baru-baru ini menyatakan perasaan padanya. Ada nama Eunwoo di tengah amplop yang membuatnya mengernyit. Untuk menjawab rasa penasarannya, lelaki itu pun membuka amplop dan menarik secarik kertas dari dalam.

 

Meski lantang kuucapkan, apa kau akan mendengar? Memang tak ada hak bagiku untuk memintamu membalas, namun tak bisakah kau melihatku barang sedetik?

 

“Di mana kau temukan surat ini?”

 

“Di mejaku. Kenapa?”

 

“Sepertinya ada orang iseng yang membuat surat ini untukku, tapi salah meletakkannya. Tolong jangan salah paham ya, Hana.” Kemudian Eunwoo tersenyum pada gadis itu. Dalam hati ia membatin sebal, siapa sih yang kekanak-kanakan membuat surat cinta seperti ini?

 

-*-

 

Saat itu, Eunwoo tengah berlatih dance. Hari sudah sore, sekolah pun terasa sepi. Paling hanya satu-dua siswa yang masih tertahan karena belum dijemput. Tiba-tiba gadis itu datang tanpa permisi dan langsung menyoraki Eunwoo.

 

“Kau mengagetkanku tau,” ujar Eunwoo sembari mematikan musik dan menenggak air mineralnya.

 

“Hehe, sori, Kak. Oh iya, ini ada cake buat Kak Eunwoo.” Gadis itu menyerahkan kotak bekal berwarna biru laut sambil menyunggingkan seulas senyum manis. “Aku masak sendiri loh, Kak. Yah, walaupun dibantuin Mama dikit hehe. Jangan lupa dimakan ya, Kak? Cake ini aku bikin khusus buat Kak Eunwoo.”

 

“Hm, letakkan di meja, nanti akan kumakan kalau sempat.”

 

Biasalah, orang ganteng banyak yang nge-fans, batin Eunwoo bangga.

 

-*-

 

Selain dance, Eunwoo lumayan jago main basket. Itulah alasan kenapa ia dipilih untuk jadi kapten tim basket kelasnya dalam kegiatan pertandingan basket untuk mengisi free-class.

 

Saat masuk ke lapangan, ada seseorang yang begitu lantang menyoraki nama Eunwoo sampai laki-laki itu merasa risih. Sebabnya, sejak masuk lapangan hingga pertandingan berakhir, orang itu terus melengkingkan suaranya. Mungkin dia pikir Eunwoo akan senang, padahal sebaliknya.

 

“Kak Eunwoo, semangat!! Fighting fighting fighting! Eunwoo Oppa pasti bisa!”

 

“Wohoo! Kak Eunwoo!!”

 

Ah, cewek itu lagi, batin Eunwoo malas.

 

-*-

 

Eunwoo termasuk jajaran siswa yang bertanggung jawab dalam ekskul dance. Ia wajib meluangkan waktu untuk melatih adik-adik kelasnya walaupun ia sendiri sudah kelas tiga dan seharusnya fokus pada ujian.

 

“Semua sudah datang?” tanya Eunwoo ketika baru saja menginjakkan di ruang latihan.

 

“Sudah, Kak. Tadi aku sudah ngabarin semuanya supaya tidak terlambat.”

 

“Bagus kalau gitu, kita mulai sekarang ya?” ujar Eunwoo pada seluruh siswa-siswi yang datang. Ia hendak berjalan ke tengah, namun tertahan karena seorang gadis memanggilnya.

 

“Kak Eunwoo,” panggil gadis itu malu-malu. Eunwoo menoleh padanya. “Hari ini Kak Eunwoo keren!” ujarnya sembari mengacungkan kedua jempol.

 

Eunwoo terdiam lantas berlalu. Apa-apaan sih anak itu? Norak banget.

 

-*-

 

Eunwoo duduk di tengah lingkaran yang dibuat oleh anak-anak dance. Mereka sedang membicarakan koreografi yang akan dipakai dalam perform pentas seni bulan depan. Akan tetapi Eunwoo merasa amat risih dan ingin mengumpat karena dilihati berlebihan oleh seorang cewek.

 

Sekuat tenaga, Eunwoo menahan diri. Hingga akhirnya setelah rapat itu selesai, ia menemui gadis itu untuk bicara.

 

“Dek, ada yang mau aku bicarain sama kamu.”

 

“Ada apa ya, Kak?” Pipi gadis itu memerah, membuat Eunwoo merasa jengah. Pasti gadis itu berfikir yang tidak-tidak, contohnya: mungkin Eunwoo akan menembaknya.

 

“Dari tadi aku rasa, kamu terlalu berlebihan ngelihatin aku.”

 

“Ha? Oh itu.. Kakak merasa nggak suka ya?”

 

“Ya jelaslah. Risih banget kalau ada yang berlebihan begitu.”

 

“Oo.. maaf, Kak. Nggak akan saya ulangi.”

 

Gadis itu pun pergi setelah mendapat tatapan garang dari Eunwoo.

 

-*-

 

“Halo Kak Eunwoo,” sapa seorang gadis ramah, yang membuat Eunwoo menghentikan langkahnya.

 

Gadis itu lagi.

 

“Hai,” balas Eunwoo, mencoba berbasa-basi supaya namanya tak tercemar. Ia enggan mendengar berita ‘seorang Eunwoo itu sombong’ seperti waktu itu.

 

“Nanti ada latihan dance nggak, Kak?”

 

“Iya dong. Jangan terlambat ya?” Eunwoo tersenyum sebelum kembali berjalan.

 

“Uwaa! Kak Eunwoo ramah banget! Yaampun, sumpah dia itu gantenggg.” Terdengar seruan itu yang menelusup gendang telinga Eunwoo, yang membuatnya bergidik geli.

 

Eunwoo menghapus linangan air mata yang telah menganak sungai di wajahnya. Dadanya terasa sesak ketika udara mendesak masuk ke rongga paru-paru. Semua terasa amat menyakitkan untuk dirasakan. Penyesalan yang tak pernah memberi tahu akan menghempas kebahagiaan ke dasar jurang.

 

“Kak Eunwoo, tunggu sebentar. Ada yang mau aku omongin.”

 

Eunwoo menahan langkah dan berbalik kembali, menemui seorang gadis bersurai cokelat di dasar tangga.

 

“Ada apa?”

 

Gadis itu memilin jemari gelisah. Eunwoo hanya diam memandangnya, memilih menunggu daripada gegabah dan menyudutkannya.

 

“Aku.. aku cinta Kak Eunwoo.”

 

Eunwoo tak berkedip, tubuhnya seolah membatu. Tak ada satupun bagian yang bergerak, seakan waktu telah memberhentikan segalanya.

 

“Besok adalah hari kelulusan Kak Eunwoo.. itu berarti kemungkinan untuk bertemu Kakak sangat kecil. Maka dari itu.. kuputuskan untuk mengakuinya.” Kepala gadis itu terangkat sedikit, memandang sosok lelaki jangkung yang berdiri di anak tangga kedua darinya.

 

“Aku.. nggak akan berharap lebih. Jadi.. Kak Eunwoo jangan merasa terbebani.”

 

Hari itu, untuk pertama kalinya, Eunwoo merasakan gejolak dalam dada yang begitu kuat mengobrak-abrik jiwanya. Kegugupan begitu terasa walau tak diminta. Jantungnya berkontraksi tak semestinya, begitu cepat dan mendebarkan.

 

Hati bertanya, apakah kau menyukainya? Apakah kau akan menerimanya atau mengecewakannya?

 

Akan tetapi tak sebegitu mudahnya untuk menjawab. Untuk pertama kalinya, Eunwoo dirundung perasaan bimbang. Ia terus dihantui oleh gadis itu, pernyataan cintanya yang tiba-tiba.

 

Apakah benar selama ini kau tak menyukainya? Renungkanlah bersama debaran jantungmu itu, Eunwoo. Ini pertama kalinya ada gadis yang berani menyatakan perasaannya padamu. Itu berarti, gadis itu sungguh menyukaimu kan? Apa kau yakin akan membuatnya kecewa dan sakit hati?

 

Senin, tepat dua hari setelah perayaan kelulusan, Eunwoo menemui gadis itu. Setelah melakukan renungan panjang yang menyiksa, hari ini Eunwoo akan memberikan jawaban pasti yang telah dimantapkan oleh sang hati.

 

“Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga hatimu.”

 

Ia percaya, sang bayu tak mungkin salah menyampaikan ke rungu. Namun tetap saja, rasanya sulit untuk menerima jawaban mengejutkan itu.

 

Eunwoo tersenyum. “Aku sungguh akan berusaha.”

 

“Kak Eunwoo… serius?”

 

Eunwoo mengangguk lantas mengusap puncak kepala gadis itu. Awalnya terasa canggung itu wajar kan?

 

“Aku nggak apa-apa kalau Kak Eunwoo menolak. Aku nggak mau Kak Eunwoo merasa terbebani. Sungguh aku akan baik-baik aja walaupun Kak Eunwoo tak menerima perasaanku.”

 

“Kamu tak tahu maksud ucapanku, ya? Kan sudah kubilang, aku akan berusaha menjaga hatimu. Itu artinya aku menerimamu kan? Tapi kenapa kau ingin aku menolaknya, hm? Apa kau menyesal karena sudah menyatakan perasaan padaku?”

 

“Tidak, bukan begitu, Kak. Aku hanya.. hanya tak bisa mempercayai ini. Aku.. aku merasa sangat bahagia. Terima kasih, Kak.”

 

“Hei, jangan menangis. Bisa-bisa ada yang mengira aku melakukan sesuatu hal buruk padamu. Berhentilah,” ujar Eunwoo sembari menenggelamkan kepala gadis itu ke pelukannya.

 

-*-

 

Hubungan itu berlanjut hingga terjalin selama delapan bulan. Awalnya Eunwoo masih ragu dengan perasaannya, karena pada minggu-minggu awal pacaran, ia masih merasa kurang nyaman. Namun ketika bulan berganti,  perasaan Eunwoo mulai mekar. Mungkin dulu ia memang merasa risih karena gangguan-gangguan gadis itu, sekarang tidak lagi. Bahkan Eunwoo juga tidak tahu sejak kapan hatinya berdebar karena gadis itu. Yang jelas, sekarang ia merasa sangat nyaman dengannya. Mereka juga jarang bertengkar.

 

“Sepertinya ponselku tertinggal.”

 

“Yang benar? Coba dicek lagi.”

 

“Tidak ada. Pasti tertinggal di tenda makanan bibi itu.”

 

“Dasar ceroboh! Kalau begitu biar aku yang ambil, kau tunggu di sini, aku akan segera kembali,” ujar Eunwoo sembari mengusap puncak kepala gadisnya.

 

“Ok.”

 

Eunwoo menyeberang jalan, kembali ke tenda biru yang tadi menjadi tempat singgahnya untuk makan malam. Memang benar, ponsel itu tertinggal di sana. Untunglah pemilik kedai itu berbaik hati mau menyimpannya dulu. Eunwoo menggelengkan kepala, kadang kekasihnya itu bisa menjadi super ceroboh.

 

Langkah Eunwoo terhenti ketika lampu lalu lintas sudah berganti warna. Ia melambai pada kakasihnya yang setia berada di seberang jalan.

 

“Rin! Ponselmu ketemu!” teriak Eunwoo.

 

“Benarkah? Makasih ya!”

 

“Tunggu aku di sana, aku akan menyusulmu!”

 

Gadis bermata belo dengan manik caramel itu tersenyum jenaka kemudian berteriak, “Kak Eunwoo, aku mencintaimu!”

 

Meski merasa geli, Eunwoo pun mengangguk dan tersenyum. “Aku lebih mencintaimu! Dan aku bersyukur karena memilikimu, Rin!”

 

Lampu telah berganti warna.

 

“Biarkan aku yang berlari padamu, Kak! Kak Eunwoo tunggu aku di sana, ya?!”

 

“Aku saja yang ke sana!” Namun terlambat, gadis itu sudah berlari menyeberang jalan dengan rona bahagia yang menghiasi wajah manisnya.

 

Eunwoo tersenyum. Kadang Arin memang kekanak-kanakan dan keras kepala, tapi tetap saja menggemaskan. Sedikit lagi gadis itu akan menghampirinya. Tanpa sadar, Eunwoo sudah merentangkan tangan untuk menyambut gadis itu dengan pelukan.

 

“Kak Eunw—“

 

—BRAK!

 

Dwinetra Eunwoo membelalak sempurna. “RINN!!”

 

Air mata telah mengering tertiup angin. Eunwoo duduk menyangga kepala yang terasa amat berat dengan kedua tangan. Tak lagi terjatuh di wajahnya, barang setitik air mata. Rasanya semua telah mengering tak tersisa di dasar luka.

 

Kenangan itu tergali begitu cepat hingga meruntuhkan dinding pertahanan yang susah payah dibangun oleh hati malang yang terluka. Ketidakberdayaan mengungkung jiwa Eunwoo dalam penyiksaan yang disebut perpisahan.

 

Eunwoo memikirkannya dengan perasaan itu, yang menciptakan sebuah harapan menjadi menyakitkan. Ia ingin bertemu, ingin mendengar gadisnya mengatakan ‘I love you’ seperti kala itu. Dalam tidur malam yang tak dapat dilaluinya dengan tenang, lagi dan lagi, Eunwoo ingin merasakan kehadiran kekasihnya.

 

    “Jika pada akhirnya aku mampu melupakannya, maka hidup adalah hal yang mudah..

     Jika aku melupakan segalanya, bukankah itu melarikan diri?

     Bahkan arti kehidupan ini juga akan menghilang, iya kan?

     Suatu saat, manusia akan merasa sendirian dan hidup dalam kenangannya..

     Meski begitu, tidak masalah, aku menyerukan yang disebut cinta dengan perasaan damai..

 

—FIN

A/N:
Alohaa~ masih ada yang inget Vxiebell g? pasti ada dong y /ngarep
Maapkan karna baru nongol lagi :’) biasalah, jadi nak SMA tu sibuk hwhw:'(
apalagi banyak kegiatan ekskulnya hihi 😀
Gimana gimana?? Suka sama couple ni g? semoga suka y~
See u soon eaaa~


Leave a comment

[Twoshot] From Jiho To Jiho (Part 1)

from-jiho

FROM: JIHO
TO: JIHO

{ a sequel of Love Confession” and “Love Letter?“}

story by Atatakai-chan
poster by  Wafer Crush  @ Poster Channel

|| AU, slight!College-Lifeslight!Romance — Twoshot — ||

.

starring
OMG Jiho as Kim Jiho
and
Block B Zico as Woo Jiho

Continue reading